Official Website

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Pengurus Himakom 2013-2014

Ave Komunikare! Apa kabar teman-teman komunikasi? Semoga baik-baik ya! :) Ingat pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’? Nah, maka dari itu kali ini kami akan memperkenalkan Pengurus HIMAKOM Periode 2013-2014.

Read More

Seminar PR bersama The Sunan Hotel

The Sunan Hotel bersama HIMAKOM FISIP UNS mengadakan sebuah acara bertajuk The Sunan PR Day. Acara yang diadakan pada Kamis (13/6) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta mengenai dunia kehumasan. Bertempat di Wiryowidagdo Ballrom The Sunan Hotel Solo, acara ini berlangsung dari pukul 08.30 hingga 16.30 WIB. Acara yang diikuti oleh 60 peserta ini merupakan acara yang sangat unik. Hal ini karenakan semua peserta diharuskan untuk mengenakan dress code layaknya seorang PR.

Read More

Workshop News Anchor Bersama Rory Asyari

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) menyelenggaran Workshop News Anchor pada Senin, 1 April 2013 lalu. Kegiatan ini merupakan kegiatan pertama yang diselenggarakan oleh kepengurusan baru HIMAKOM FISIP UNS. Pada acara yang berlangsung di Ruang Seminar FISIP UNS ini mendatangkan Rory Asyari sebagai pembicara.

Read More

Kalender Akademik (Agustus 2013-Januari 2014)

Ave Communicare! Halo teman-teman komunikasi, udah tau jadwal KRS-an untuk semester depan? Udah tau jadwal kuliah semester depan? Nah, buat mahasiswa baru, udah tau jadwal Osmaru? Kalau belum, berikut Kalender Akademik Semester Agustus 2013-Januari 2014.

Read More

Join Us On

Search

Minggu, 14 Oktober 2012

Tipe Mahasiswa


Sedikit info selingan nih, biar ngga tegang ya sama masalah-masalah hidup. Cuma pengin sharing-sharing tentang Mahasiswa. Just for fun aja nih, jangan dianggap serius deh ya. Ini dia termasuk yang mana kamu dari 52 Tipe Mahasiswa masa kini?

  1. Mahasiswa Perfeksionis = Mahasiswa yang anti sama nilai B. Sekali dapat B langsung guling-guling ditanah dan galau 7 turunan.
  2. Mahasiswa Studyholic = Duduk paling depan, sehari-hari ngurung diri dalam kamar buat belajar. Motto hidupnya “tiada hari tanpa belajar”.
  3. Mahasiswa Idiopatik = Ngga jelas kehidupannya di kampus. Kadang-kadang ada, kadang-kadang ngga ada.
  4. Mahasiswa Poli-organisasi = Aktif di berbagai organisasi kampus. Motto hidupnya adalah “banyak organisasi, banyak rezeki”.
  5. Mahasiswa Pasrah = Dapat nilai E? ah tenang, kan ngga cuman aku doang yang ga lulus.
  6. Mahasiswa Pecinta = Kerjaan sehari-harinya pacaran dan ngga peduli tempat, waktu, dan lokasi.
  7. Mahasiswa CadaLOver = Saking terobsesinya sama cadaver, sampe kuliahnya hanya saat ada materi anatomi atau pratikum anatomi (#kedokteranonly).
  8. Mahasiswa SKS = Tipe paling banyak di tiap kampus. Belajar sampai larut malam hanya ketika besoknya ujian.
  9. Mahasiswa Paket Hemat = Datengnya pas praktikum, skill lab sama tutor doang.
  10. Mahasiswa Galau = Tiap malam ngetweet galau sambil dengerin lagu-lagunya Adele.
  11. Mahasiswa Setengah Ddewa = Tiap hari kerjaannya maen game dan online, tapi selalu berhasil kalo ujian.
  12. Mahasiswa Gaul Stadium 4 = Ke kampus pakai kaos oblong dan celana jeans.
  13. Mahasiswa Inhibitor = Sukanya nanya-nanya ke dosen sehingga menghambat mahasiswa yang lain untuk pulang.
  14. Mahasiswa Kritis = Selalu nanya jadwal kuliah padahal modul dia punya, dan bertanya terus kapan dosen masuk.
  15. Mahasiswa OVJ = Tiada hari tanpa membuat tertawa teman-temannya.
  16. Mahasiswa Petani = Datang paling pagi buat bookingin tempat duduk temen.
  17. Mahasiswa Insert Investigasi = Niat dateng ke kampus buat nyari gosip-gosip ter-hot seangkatan.
  18. Mahasiswa Asian Lover = Tiap hari ngebahas korea. Suka teriak-teriak ngga jelas tiap ngeliat foto/ video artis korea.
  19. Mahasiswa FreeAll = Datang ke kampus bawa laptop untuk dapat ngenet gratis dan download film gratis pake sinyal wifi kampus.
  20. Mahasiswa The Ripper = Pembunuh teman saat tutorial.
  21. Mahasiswa Dreamer = Kerjaannya tidur di kelas dari awal sampai habis.
  22. Mahasiswa KW 9 = Beli buku yang bajakan semua.
  23. Mahasiswa Ekstrovert = Suka gosipin kelakuan teman-temannya & dosen.
  24. Mahasiswa Pa Bondan = Dateng ke kampus cuma nongkrong di kantin sambil ngeborong kuliner.
  25. Mahasiswa Introvert = Punya bahan untuk belajar buat ujian dari dosen hanya disimpan buat sendiri, ogah bagiin ke teman-teman.
  26. Mahasiswa Perpustakaan Berjalan = Kemana-mana bawa buku yg tebel-tebel.
  27. Mahasiswa Journal Lover = Bawa jurnal kemana-mana tapi ngga paham isinya apa.
  28. Mahasiswa Model = Ke kampus pakai high heels lebih dari 10 cm.
  29. Mahasiswa Pencabut Dompet = Sukanya nagih uang ke teman.
  30. Mahasiswa Konter = Datang ke kampus menawarkan jasa pulsa elektronik.
  31. Mahasiswa Recorder = Hafal semua yang dikatakan dosen waktu kuliah.
  32. Mahasiswa Program KB = IP 2 cukup.
  33. Mahasiswa Hemat Listrik = Suka ngecas laptop dan hape di kampus.
  34. Mahasiswa SOGO = Ke kampus dandannya kaya mau liburan keluar negeri.
  35. Mahasiswa Hemat Air = Suka numpang mandi dan BAB di WC kampus.
  36. Mahasiswa Buku Berjalan = Mahasiswa yang saking pinternya, ditanyain materi selalu bisa jawab.
  37. Mahasiswa GameCenter = Mahasiswa yang datang ke kampus cuma buat maen game online bareng temen seangkatan.
  38. Mahasiswa Cool = Paling suka duduk dibawah AC ketika kuliah.
  39. Mahasiswa Las Vegas = Ke kampus cuma buat maen poker sama UNO di kantin.
  40. Mahasiswa Olahragawan = Ke kampus selalu pake sepatu futsal.
  41. Mahasiswa Superman = Kemana-mana sobotta dan dorland di gendong di tas.
  42. Mahasiswa RU = Ada apa apa dikit langsung updet pm, menuhin recent updates.
  43. Mahasiswa Bermodal Cinta = Datang ke kampus ngga bawa apa-apa.
  44. Mahasiswa Joki 3 in 1 = Suka nebeng temen ke kampus.
  45. Mahasiswa Seks Bebas = Suka nyucuk flashdisk berisi virus ke berbagai laptop.
  46. Mahasiswa Tutorial Oriented = Hanya belajar keras saat tutorial aja.
  47. Mahasiswa Kupu-kupu = Kuliah-pulang kuliah-pulang
  48. Mahasiswa Salesman = Gaya berpakaiannya susah dibedakan antara mahasiswa dan salesman.
  49. Mahasiswa Gaib = Kehadirannya tidak jelas.
  50. Mahasiswa Kura-kura = Kuliah rapat kuliah rapat.
  51. Mahasiswa Tilang = Titip absen langsung pulang.
  52. Mahasiswa Aduhai = Sukanya pake baju dan celana yang ketat-ketat.
Nah dari ke-52 tipe mahasiswa, yang mana yang paling cocok di diri kamu??...

Miris


Kembali miris ketika melihat tayangan sebuah berita di salah satu stasiun tv. Lagi-lagi soal kemiskinan. Sebuah masalah klasik yang masih belum terselesaikan sampai sekarang. PR yang selalu jd PR. Hampir setiap hari fenomena kemiskinan menghiasi layar kaca dengan berbagai bentuknya. Mulai dari tindakan kriminal yang disebabkan kemiskinan, tindakan bunuh diri karena tidak tahan himpitan ekonomi, dan berbagai bentuk kemiskinan yang pada akhirnya kembali membuat kita mengelus dada.

Dan kembali hari ini hati menangis melihat sebuah berita di tv. Di sebuah pasar di ibukota yang menjual berbagai bahan makanan yang sudah BUSUK dan BERJAMUR dengan separuh harga. Dan dapat kita tebak, pembelinya adalah ORANG MISKIN. Ya, orang miskin yang notabene penghasilannya terbatas. Mereka rela membeli makanan yang jelas-jelas sama sekali tidak sehat dan membahayakan tersebut, hanya demi bisa menyelamatkan perut mereka dari rasa lapar. Apa rakyat miskin hanya berhak makan makanan yang beracun?? Miris?? Iya. Kita miskin di negeri yang kaya. Mungkin memang hal yang biasa kita lihat, tapi tetap saja hal ini mengoyak nurani.

Dari tahun ke tahun, jumlah kemiskinan di Indonesia terus saja meningkat. Kita lihat data yang dikumpulkan ADB (Asian Development Bank), pada tahun 2010 saja angka kemiskinan di Indonesia mencapai 43,1 juta (www.tribunnews.com). Sebuah angka yang cukup mencengangkan untuk negeri yang memiliki sumber daya alam melimpah ruah. Meskipun jumlah itu mendapat sanggahan dari pemerintah dengan mengatakan pendapatan perkapita masyarakat mengalami kenaikan. Tapi kenyataan yang ada di lapangan mengatakan lain. Bagi saya, itu cukup menunjukkan kenaikan kekayaan sebagian yang kaya saja. Dalam arti lain, yang kaya bertambah kaya, yang miskin semakin terjerumus dalam kemiskinannya.

Tak hanya masalah pangan, sandang, dan papan (kebutuhan primer) yang terbatas bagi mereka, tapi juga kebutuhan akan pendidikan. Dalam otak saya berkecamuk pikiran, bagaimana nantinya mereka akan mampu mengubah nasib dan kehidupan mereka, jika mereka saja tidak memiliki ketrampilan dan pendidikan?? Mungkin memang ada beberapa orang yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dengan ketekunannya. Tapi bagaimana dengan yang lain??

Lagi-lagi ada semacam pertanyaan besar yang mengusik. Lalu dimana peran pemerintah kita?? bukankah pemerintah berperan dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa?? Bukannya bermaksud menyalahkan dan menimpakan seluruh tanggung jawab kepada pemerintah, tetapi memang pemerintahlah yang paling bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya. Minimal menyediakan sarana untuk mencapai hal tersebut. Belum lagi melihat tingkah para pemimpin-pemimpin kita yang seolah lupa bahwa mereka memiliki rakyat yang harus mereka sejahterakan. Para wakil rakyat di pemerintahan pun tak kalah membuat sakit hati. Mereka bersenang-senang di atas penderitaan rakyat. Di saat rakyat kebingungan memikirkan “bagaimana caranya besok aku bisa makan dan bertahan hidup”, justru mereka sibuk memikirkan “bagaimana caranya gajiku naik dan menghabiskan uang rakyat”. Belum lagi masih banyak tingkah mereka yang makin mengiris-iris batin rakyat.

Lalu pada siapa lagi kah rakyat harus percaya dan menggantungkan harapan?? Nanti pun tahun 2014 ketika diadakan Pemilu presiden, masih kah ada sosok yang bisa merubah stereotip rakyat bahwa pemimpin adalah seorang pembohong yang harus ditentang dan digulingkan?? Masihkah ada sosok yang mampu membuktikan ucapannya, tak hanya memberikan janji-janji kosong belaka?? Sosok yang mampu membawa rakyat ke arah kesejahteraan?? Entahlah.

Hal itu bagaikan sebuah mimpi yang masih sangat sulit digapai. Semoga nantinya benar-benar muncul sosok tersebut. Sampai detik ini rakyat masih berharap, dan menggantungkan harapan setinggi-tingginya...

N.R.S Ninda Sari
http://nrsnindasari.blogspot.com/2012/07/miris_313.html#more

Apa Sih Himakom Itu?

Apa sih Himakom itu? Kalau orang awam pasti bingung ya sama Himakom. Kalau kata anak ABG sekarang, tak kenal maka tak sayang, yuk kenalan dulu biar nanti bisa sayang-sayangan. hehee... Yuk kenalan lebih jauh sama Himakom FISIP UNS. 

Himakom kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi. Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) FISIP UNS merupakan lembaga kemahasiswaan yang mengemban dua fungsi utama yaitu fungsi kaderisasi dan profesionalitas. Terbentuknya Himakom tidak terlepas dari tuntutan masyarakat akan kualitas sumber daya manusia di bidang ilmu komunikasi yang tidak saja memiliki penguasaan disiplin Ilmu Komunikasi, namun juga pengaplikasian yang handal dalam hidup bermasyarakat.

Himakom FISIP UNS berdiri pada tanggal 30 Maret 1990 di Surakarta, udah lumayan tua kan. Himakom sendiri berprinsip pada kemajuan Ilmu Komunikasi, khususnya peningkatan keilmuan, keterampilan dan pengabdian kepada masyarakat. Sekretariat Himakom FISIP UNS berada di Gedung IV lantai 1 Kompleks FISIP UNS Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta.

Anggota Himakom FISIP UNS adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS S1 Reguler pada setiap angkatannya, baik yang berstatus aktif maupun selang. Keanggotaan Himakom sendiri bersifat otomatis. Kepengurusan Himakom diambil dari Open Recruitment yang biasa diadakan di akhir masa kepengurusan. Pengurus Himakom FISIP UNS terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan staf-stafnya,  Bendahara Umum dan staf-stafnya, Ketua Bidang dan Sekretaris Bidang beserta staff-staffnya, dan Lembaga Semi Otonom (LSO) bila diperlukan. Bidang-bidang di Himakom meliputi bidang minat dan bakat, bidang advokasi dan kemahasiswaan, bidang hubungan masyarakat, dan bidang diskusi dan penalaran.

Himakom FISIP UNS berfungsi sebagai berikut:
1. Mewadahai aktivitas dalam pengembangan kelimuan serta minat dan bakat di bidang Ilmu Komunikasi.
2. Memfasilitasi dan memperjuangkan hak-hak mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS di bidang akademis dan kemahasiswaan dalam lingkup UNS

Sebagai identitas sendiri, Himakom FISIP UNS juga punya lambang yang keren loh. Lambang Himakom berupa gambar
Keterangan gambar:
  • 3 lingkaran hitam dan 3 lingkaran putih  melambangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi. Keseimbangan antara 3 lingkaran atas dan bawah bermakna keseimbangan antara input dan output proses belajar di Perguruan Tinggi.
  • Tulisan HIMAKOM yang terdiri dari tulisan Hima kecil melambangkan mahasiswa yang rendah hati. Dan tulisan KOM yang besar melambangkan ilmu pengetahuan yang agung.
  • Warna Hitam melambangkan ilmu pengetahuan dan warna putih melambangkan kesucia  dari peran dan fungsi komunikasi.
  • Tulisan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS melambangkan identitas diri.

Cukup segini dulu ya perkenalan kita. Kalau mau tau lebih dalam tentang Himakom FISIP UNS, yuk datang aja ke sekre Himakom di Gedung IV lantai 1 FISIP UNS. Salam komunikasi, Ave Komunikare!!..

Rabu, 10 Oktober 2012

Kehidupan Mini di Gerbong Ekonomi

Jam tua di depan kantor kepala Stasiun Jebres menunjuk angka 10.30 WIB. Itu artinya 20 menit lagi yang aku tunggu-tunggu akan datang. Sesekali aku mengintip secarik tiket orange. Melihat nomor gerbong dan nomor tempat duduk yang sudah disiapkan untuk ku. Tak lupa membawa sedikit cemilan dan minuman sebagai teman diperjalanan. Semakin lama, kerumunan di Stasiun semakin ramai. Kebanyakan orang di Stasiun tersebut menunggu apa yang aku tunggu.

Setelah jam tua itu menunjuk ke angka 10.50 WIB, akhirnya muncul juga dari perbukitan. Sesosok besi yang saling berkaitan. Sebuah Lokomotif model CC201 berwarna putih dengan logo Kereta Api Indonesia disampingnya yang menarik gerbong-gerbong menjadi satu kesatuan. Sebuah garis putih di samping rel menjadi batas bagi penumpang yang akan naik. Dengan harga yang relatif murah, menjadikan sarana transportasi ini digemari semua elemen masyarakat.

Suara rem terdengar dari kejauhan. Seakan menjadi sinyal bagi aku untuk bersiap-siap. Kemudian sesosok besi itu berhenti di depan ku. Kereta Api Pasundan sudah siap untuk mengantarkan ku pulang ke kampung halaman untuk bertemu orang tua. Dengan raut wajah yang gembira aku mencari tempat duduk yang akan setia menemani ku saat perjalanan Solo-Cilacap. Dua Ibu-Ibu dan sesosok bapak-bapak dengan wajah yang relatif tua menjadi teman sebangku ku. Ramah dan baik hati, kesan pertama untuk ketiga orang ini.

Seiring dengan berbunyinya peluit dari sang penjaga stasiun, pemandangan diluar sedikit demi sedikit bergerak. Perjalanan jauh siap aku tempuh bersama gerbong K3-5 ini. Gerbong ekonomi yang mengangkut sekitar 40-50 penumpang dengan berbagai tujuan. Disinilah kehidupan “mini” itu dimulai. Kehidupan di dalam gerbong ekonomi. Kehidupan yang selalu saja menarik untuk kita selami. Para pedagang asongan, pengamen, pengemis seakan menjadi aktor di kehidupan “mini” ini. Mereka turut serta meramaikan gerbong ini.

Lelaki paruh baya dengan berpakaian baju batik lengkap dengan kopiahnya menyapa aku. Lelaki yang bertempat duduk disebelah ku. "Dek, turun dimana nanti?", tutur beliau. "Mau turun di Stasiun Banjar pak", balasan ku sambil memberikan senyuman khas ku. "Kalau bapak turun dimana?", tanyaku. "Oh, kalau bapak bentar lagi juga turun, turun di purwosari dek", balas sang bapak. "Wah bentar lagi dong pak, emang bapak dari mana?", balasan ku. "Bapak dari Surabaya dek". "Wah, jauh juga ya pak", balas ku.

Percakapan dengan teman sebangku ku diakhiri dengan hangat. Seakan-akan perbincangan antara bapak dan anaknya. Selain hangatnya percakapan tadi, suasana di dalam gerbong juga tak kalah hangatnya, bahkan lebih mendekati ke suhu yang panas. Seperti di oven di sebuah dapur raksasa dengan suhu lebih dari 100 derajat celcius. Keringat sudah tak terbedung lagi, seperti air terjun niagara, mengucur deras ke sela-sela baju yang aku kenakan. Tak ada tissue, baju pun jadi. Aku husap keringat-keringat di badan dan leher ku dengan baju yang aku pakai. Parfum yang aku gunakan sebelum berangkat sudah tak mampu lagi menahan bau keringat khas ku. Kebetulan cuaca di luar sangatlah terik. Matahari sedang tak malu-malu kucing lagi menunjukkan sinarnya ke penduduk bumi. Awan-awan di langit seakan-akan sedang tak mau menemani sang mentari, menemani untuk mengurangi teriknya. Sinar-sinarnya masuk melalui jendela-jendela yang terbuka lebar. Angin sepoi-sepoi juga turut masuk kedalam gerbong. Mengurangi suhu didalamnya.

Dengan kondisi ini, penjual es sedikit diuntungkan. Banyak sekali penjual es berlalu lalang di gerbong ini. Berbagai macam jenis minuman ditawarkan. Ada air mineral yang dibekukan, ada es teh lengkap dengan botolnya, ada minuman kesehatan, ada pula kopi tak lupa dengan susunya. Memang unik cara penjual memperdagangkan dagangannya. Ada yang ditarik dengan tempat minum yang menyerupai kursi kecil, ada yang digendong seperti menggendong anak, ada pula penjual yang memanggul dagangannya. Cara penjual mempromosikan dagangannya pun tak kalah uniknya.


“Ora enak, ora bayar”, ujar salah satu penjual disudut gerbong. Teriakan si penjual tadi sedikit mengusik ketenangan aku. Ketenangan karena kepanasan dan kehausan. Aku tertarik akan kalimat yang penjual itu katakan. Masih lekat logat ngapaknya, logat khas daerah Banyumas. “Pak, beli”, panggil ku. Si penjual datang mendekati tempat duduk ku. “Oia mas, mau yang mana?”, balas si penjual. “Emangnya bapak jual minuman apa aja disini?”, sambungku. “Wah uakeh mas, ini ada es teh, dawet, aqua, es kacang ijo. Gula ne juga asli lho. Mau pilih yang mana?”, lanjut si penjual. “Es teh aja deh pak, berapaan pak satunya?”, ujarku. “Murah mas, cuma 2 ribu”, tambah si penjual. “Ini pak uangnya, yang masih dingin loh pak”. “Siap mas”. Uang 2 ribu rupiah sudah berpindah tangan. Es teh dengan air gula asli pun sudah aku genggam. Suara air meluncur ke dalam tenggorokan terdengar cukup keras. Dahaga yang aku rasakan tiba-tiba hilang karena es teh itu. Memang benar rasa es teh itu enak, rasa manisnya alami, tidak ada unsur pemanis buatan didalamnya.


Tak sadar, jarum jam tangan ku sudah menunjuk ke angka 2. Pantas saja rasa panas semakin menyengat, pukul 2 siang merupakan puncaknya siang hari, matahari tepat di atas gerbong, seakan-akan sedang mengintai. Tiba-tiba ada suara perut yang terdengar. Aku baru sadar, sudah sejak pagi hari aku belum makan. Bergegas lah aku mencari penjual makanan. “Yang anget yang anget”, terdengar suara ibu-ibu setengah baya. Aku langsung saja mencari asal dari suara itu. Dan ya ketemu. Seorang penjual makanan nasi bungkus, ditambah dengan pecel dan makanan kecilnya seperti mendoan, tahu, bakwan. Dibandingkan dengan makanan nasi bungkus yang dijual diluar sana, nasi bungkus yang didagangkan di dalam gerbong sangatlah murah. Dengan 5 ribu kita sudah mendapatkan nasi bungkus dengan lauk pauk ayam.

Selang beberapa menit kemudian, perut sudah terisi penuh dengan nasi bungkus dan aku pun mulai mengantuk. Rasa kantuk menyerang karena kondisi gerbong yang sudah lumayan tidak panas lagi, ditambah dengan perut yang sudah terisi. Tiba-tiba ada seorang anak kecil menghampiri ku. Dengan pakaian yang apa adanya, terdapat sobekan disana-sini. Berjalan menghampiri seperti jalannya “suster ngesot”. Ternyata anak itu menderita cacat di kakinya dari lahir. Dengan muka yang memelas, anak itu menjulurkan tangannya. Seakan membuat sinyal ingin meminta uang. Rasa kantuk ku yang tadi kurasakan, agak sedikit menghilang. Aku cari uang di sela-sela kantong celana ku. Kutemukan beberapa uang kecil untuk anak ini. “Nih dek, ada sedikit rejeki buat kamu”, ujar ku. “Makasih kak”, balas anak itu.

Kejelasan isi UUD pasal 34 ayat (1) patut untuk dipertanyakan disini. Dalam pasal itu, katanya fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, tapi dalam kenyataan dapat kita lihat tadi. Seorang anak meminta-minta demi melanjutkan hidupnya, demi sesuap nasi. Sungguh ironis dengan kenyataan ini. Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, negara luas dengan penduduk yang beraneka ragam, tentunya pasti bisa mewujudkan pasal 34 tadi. Asal ada kemauan dan niat yang keras dari semua orang, khususnya pemerintah. Tak ada yang mustahil.


Jam tangan ku sudah menunjukkan ke angka 17.15, kereta api pasundan sudah tiba di Stasiun Banjar. Aku pun bergegas segera meninggalkan tempat dudukku dan turun dari kereta. Kulihat ada deretan bangku yang kosong, sedikit kurebahkan badan ku ke salah satu bangku itu. Sembari menunggu jemputan dari rumah aku berpikir betapa berharganya pengalaman ku selama perjalanan didalam gerbong tadi.

Sebuah kehidupan “mini” tersaji didalam gerbong ekonomi. Kehidupan penuh cobaan, penuh semangat demi mencari sesuap nasi. Dengan pengalaman yang berharga tadi, dapat dijadikan sebagai patokan bahwa perjuangan hidup itu memang berat. Didalam gerbong tadi, kehidupan mini yang penuh cobaan dapat diibaratkan sebagai bapak si penjual minuman, ibu si penjual makanan nasi bungkus, dan si anak laki-laki yang mengemis. Memang saat ini peraturan dilarang berjualan didalam gerbong kereta api sudah diberlakukan oleh pihak PT. KAI. Namun kita jangan menyerah dengan keadaan. Asal ada kemauan pasti ada jalannya.



Dhany Oktriyanto
http://bluedevilz12.blogspot.com/

Senin, 08 Oktober 2012

Hidup itu Pilihan

Pernah dengar dengan pepatah yang berbunyi, ”Hidup adalah pilihan?”. Sebenarnya itu bukan sebuah ungkapan semata. Melainkan suatu kebenaran yang pasti terjadi dalam setiap orang. Apa yang kita inginkan, terjadi atau tidak, tergantung dari apa yang kita pilih. Lihatlah para dosen, guru, dan para pejabat diluar sana. Mereka menjadi seperti sekarang karena mereka memilih. Mereka bisa saja jadi penjahit, wiraswasta, maupun karyawan jika mereka memilihnya.

Namun, kita tak hanya hidup untuk sekedar memilih. Perlu diiringi dengan kerja keras dan konsekuen dengan apa pilihan kita. Memilih menjadi Mahasiswa Ilmu Komunikasi, berarti harus bekerja keras untuk belajar cara “berkomunikasi”. Karena kita dididik untuk menjadi seorang yang berada dibalik lembaga komunikasi nantinya, bukan menjadi penjahit. Salah satu bentuk kerja kerasnya ialah dengan belajar jurnalistik, mempraktekannya, dan lain sebagainya.

Selanjutnya adalah konsekuen. Ingat, apa yang kita pilih memiliki beban untuk kita tanggung. Dalam istilah mudahnya, kita wajib untuk bertanggung jawab terhadap apa yang kita pilih. Semua jalan yang ada, memiliki konsekuensi yang berbeda-beda. Dan itu yang harus kita jalani, tentunya dengan aturan-aturan yang berlaku.

Sebelumnya, kita lebih baik untuk berpikir matang dalam memilih jalan hidup kita. Tak sedikit di negeri ini seorang sarjana di bidang pertanian yang bekerja di Bank. Namun, jalan hidup memang tak selalu sesuai dengan keinginan. Takdir kita sudah ditentukan sejak kita berusia 4 bulan di rahim sang ibu.

Namun, berpasrah terhadap takdir, sama saja artinya dengan kita berpangku tangan. Tak berusaha melakukan apa yang menjadi cita-cita kita. Ingat, takdir masih bisa dirubah dengan kerja keras kita. Jadi, tidak ada alasan untuk bermalas-malasan untuk mengejar cita-cita.

Cermati dan khayati kata-kata ini. “Jika ada keyakinan yang dapat menggerakkan gunung, itu adalah keyakinan dalam diri Anda” Kata-kata itu diucapkan oleh seorang penulis bernama Marie von Ebner-Eschenbach.

Much. Anzar Ardiansyah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Perbedaan Pendapat Itu Biasa

 
Indonesia sudah 14 tahun memasuki zaman demokrasi. Kebebasan berpendapat pada era sekarang ini dijunjung tinggi. Hal ini tak lain dihitung sejak jatuhnya rezim orde baru dibawah kepemimpinan presiden Soeharto. Faktanya, kebebasan berpendapat seperti sekarangtak bisa kita dapatkan sejak dulu. Bahkan pada zaman orde baru kebebasan berpendapat dikekang oleh penguasa.
 
Sebagai nagara yang memiliki beragam kebudayaan, bahasa, adat istiadat, dan lain sebagainya, kebebasan berpendapat jelas sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Suara hati masing-masing mewakili latar belakang yang berbeda-beda, jelas berbeda pula. Jika kebebasan menyatakan pendapat dikekang, mereka malah akan memberontak. Itu menjadi salah satu dampak negatifnya.
 
Berdasarkan ini, anomali masih sering terjadi dalam praktik kebebasan berpendapat. Dalam mengutarakan pendapatnya, masih sering disertai dengan sikap emosional, bahkan cenderung kekanak-kanakan seperti yang dilakukan anggota DPR kita beberapa tahun silam. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebebasan pendapat yang didengungkan, belum sepenuhnya mampu kita jalankan dengan besar hati.
 
Mayoritas beranggapan bahwa kerja keras mereka yang kemudian mendapat kritik pedas, terkesan dinilai sia-sia. Yang kemudian akan muncul hanyalah perlawanan secara emosional. Padahal, kita sering dengar kata-kata kritik yang membangun, namun mengapa tak kita ambil saja positifnya.
 
Jadi bisa kita ketahui bahwa perbedaan pendapat yang ada bukanlah menjadi satu alasan yang tepat bagi kita untuk kita untuk mebgeluarkan emosi yang terlalu. Kita perlu menyadari bahwa perbedaan pendapat dalam negara demokrasi seperti Indonesia merupakan hal yang biasa. Apalagi sampai bermusuhan dengan teman kita sendiri hanya karena berbeda pendapat. Sekali lagi, berbeda pendapat itu biasa.

Much. Anzar Ardiansyah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS