Official Website

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Join Us On

Search

Minggu, 14 Oktober 2012

Miris


Kembali miris ketika melihat tayangan sebuah berita di salah satu stasiun tv. Lagi-lagi soal kemiskinan. Sebuah masalah klasik yang masih belum terselesaikan sampai sekarang. PR yang selalu jd PR. Hampir setiap hari fenomena kemiskinan menghiasi layar kaca dengan berbagai bentuknya. Mulai dari tindakan kriminal yang disebabkan kemiskinan, tindakan bunuh diri karena tidak tahan himpitan ekonomi, dan berbagai bentuk kemiskinan yang pada akhirnya kembali membuat kita mengelus dada.

Dan kembali hari ini hati menangis melihat sebuah berita di tv. Di sebuah pasar di ibukota yang menjual berbagai bahan makanan yang sudah BUSUK dan BERJAMUR dengan separuh harga. Dan dapat kita tebak, pembelinya adalah ORANG MISKIN. Ya, orang miskin yang notabene penghasilannya terbatas. Mereka rela membeli makanan yang jelas-jelas sama sekali tidak sehat dan membahayakan tersebut, hanya demi bisa menyelamatkan perut mereka dari rasa lapar. Apa rakyat miskin hanya berhak makan makanan yang beracun?? Miris?? Iya. Kita miskin di negeri yang kaya. Mungkin memang hal yang biasa kita lihat, tapi tetap saja hal ini mengoyak nurani.

Dari tahun ke tahun, jumlah kemiskinan di Indonesia terus saja meningkat. Kita lihat data yang dikumpulkan ADB (Asian Development Bank), pada tahun 2010 saja angka kemiskinan di Indonesia mencapai 43,1 juta (www.tribunnews.com). Sebuah angka yang cukup mencengangkan untuk negeri yang memiliki sumber daya alam melimpah ruah. Meskipun jumlah itu mendapat sanggahan dari pemerintah dengan mengatakan pendapatan perkapita masyarakat mengalami kenaikan. Tapi kenyataan yang ada di lapangan mengatakan lain. Bagi saya, itu cukup menunjukkan kenaikan kekayaan sebagian yang kaya saja. Dalam arti lain, yang kaya bertambah kaya, yang miskin semakin terjerumus dalam kemiskinannya.

Tak hanya masalah pangan, sandang, dan papan (kebutuhan primer) yang terbatas bagi mereka, tapi juga kebutuhan akan pendidikan. Dalam otak saya berkecamuk pikiran, bagaimana nantinya mereka akan mampu mengubah nasib dan kehidupan mereka, jika mereka saja tidak memiliki ketrampilan dan pendidikan?? Mungkin memang ada beberapa orang yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dengan ketekunannya. Tapi bagaimana dengan yang lain??

Lagi-lagi ada semacam pertanyaan besar yang mengusik. Lalu dimana peran pemerintah kita?? bukankah pemerintah berperan dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa?? Bukannya bermaksud menyalahkan dan menimpakan seluruh tanggung jawab kepada pemerintah, tetapi memang pemerintahlah yang paling bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya. Minimal menyediakan sarana untuk mencapai hal tersebut. Belum lagi melihat tingkah para pemimpin-pemimpin kita yang seolah lupa bahwa mereka memiliki rakyat yang harus mereka sejahterakan. Para wakil rakyat di pemerintahan pun tak kalah membuat sakit hati. Mereka bersenang-senang di atas penderitaan rakyat. Di saat rakyat kebingungan memikirkan “bagaimana caranya besok aku bisa makan dan bertahan hidup”, justru mereka sibuk memikirkan “bagaimana caranya gajiku naik dan menghabiskan uang rakyat”. Belum lagi masih banyak tingkah mereka yang makin mengiris-iris batin rakyat.

Lalu pada siapa lagi kah rakyat harus percaya dan menggantungkan harapan?? Nanti pun tahun 2014 ketika diadakan Pemilu presiden, masih kah ada sosok yang bisa merubah stereotip rakyat bahwa pemimpin adalah seorang pembohong yang harus ditentang dan digulingkan?? Masihkah ada sosok yang mampu membuktikan ucapannya, tak hanya memberikan janji-janji kosong belaka?? Sosok yang mampu membawa rakyat ke arah kesejahteraan?? Entahlah.

Hal itu bagaikan sebuah mimpi yang masih sangat sulit digapai. Semoga nantinya benar-benar muncul sosok tersebut. Sampai detik ini rakyat masih berharap, dan menggantungkan harapan setinggi-tingginya...

N.R.S Ninda Sari
http://nrsnindasari.blogspot.com/2012/07/miris_313.html#more

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar tapi yang sopan ya :))