Official Website

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Pengurus Himakom 2013-2014

Ave Komunikare! Apa kabar teman-teman komunikasi? Semoga baik-baik ya! :) Ingat pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’? Nah, maka dari itu kali ini kami akan memperkenalkan Pengurus HIMAKOM Periode 2013-2014.

Read More

Seminar PR bersama The Sunan Hotel

The Sunan Hotel bersama HIMAKOM FISIP UNS mengadakan sebuah acara bertajuk The Sunan PR Day. Acara yang diadakan pada Kamis (13/6) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta mengenai dunia kehumasan. Bertempat di Wiryowidagdo Ballrom The Sunan Hotel Solo, acara ini berlangsung dari pukul 08.30 hingga 16.30 WIB. Acara yang diikuti oleh 60 peserta ini merupakan acara yang sangat unik. Hal ini karenakan semua peserta diharuskan untuk mengenakan dress code layaknya seorang PR.

Read More

Workshop News Anchor Bersama Rory Asyari

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) menyelenggaran Workshop News Anchor pada Senin, 1 April 2013 lalu. Kegiatan ini merupakan kegiatan pertama yang diselenggarakan oleh kepengurusan baru HIMAKOM FISIP UNS. Pada acara yang berlangsung di Ruang Seminar FISIP UNS ini mendatangkan Rory Asyari sebagai pembicara.

Read More

Kalender Akademik (Agustus 2013-Januari 2014)

Ave Communicare! Halo teman-teman komunikasi, udah tau jadwal KRS-an untuk semester depan? Udah tau jadwal kuliah semester depan? Nah, buat mahasiswa baru, udah tau jadwal Osmaru? Kalau belum, berikut Kalender Akademik Semester Agustus 2013-Januari 2014.

Read More

Join Us On

Search

Selasa, 23 Maret 2010

Mari Belajar Bahasa


Mungkin kita sering membaca cerita-cerita baik novel atau cerpen, atau karya sastra bentuk apapun, dan mungkin juga dari koran atau majalah, di dalamnya terdapat suatu kalimat yang menggunakan kata “bergeming”, atau “mengacuhkan”, dan “seronok”.
Seperti kalimat berikut ini,
“Meski dirayu seperti apapun, Reni tidak bergeming dari tempat duduknya, menolak diperiksakan ke dokter gigi”.
“Dia mengacuhkan pengemis tua yang mendekat dan meminta sedekah darinya, malah buru-buru pergi dari tempat itu”.
“Penari di panggung itu mengenakan pakaian yang seronok, bajunya ketat dan tidak sempurna menutup tubuhnya”.

Sekilas tidak ada masalah dengan kalimat-kalimat tersebut, dan juga banyak kalimat lainnya yang menggunakan kata-kata tersebut. Tidak bergeming artinya tidak bergerak, tetap di tempatnya; mengacuhkan berarti tidak mengindahkan, sedangkan seronok mempunyai makna vulgar dan tidak sopan.Kita juga mungkin sering menggunakan kosakata tersebut untuk percakapan sehari-hari ataupun untuk menulis, karena menurut kita memang seperti itulah penggunaannya. Seperti yang selama ini kita pahami.
Tetapi jika kita menyadari, sebenarnya bukan seperti itu. Jika kita mau mencermati dan memperhatikan, bahwa arti dan penggunaan tiga kata tersebut sebenarnya bukan seperti yang tertulis di atas. Tetapi sebaliknya.

Arti kata-kata di atas yang tepat adalah sebagai berikut:
Geming ? bergeming artinya tidak bergerak sedikitpun, diam saja
Acuh ? perhatian, memberikan perhatian
Seronok ? sedap dilihat, nikmat didengar, menyenangkan

Ya, memang seperti itulah yang benar. Dan arti kata itu tertulis jelas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jadi selama ini disadari atau tidak, diakui atau tidak, kita sering salah kaprah dalam pemakaian tiga kata ini.
Jadi penggunaan kata bergeming pada kalimat di atas yang benar adalah

“Meski dirayu seperti apapun, Reni tetap bergeming dari tempat duduknya, menolak diperiksakan ke dokter gigi”.
“Dia tidak mengacuhkan pengemis tua yang mendekat dan meminta sedekah darinya, malah buru-buru pergi dari tempat itu”.
Sedangkan kalimat ketiga semestinya tidak tepat menggunakan kata seronok. karena seronok berarti indah, menyenangkan. Kata seronok sebaiknya diganti langsung dengan kata vulgar, tidak sopan, atau tidak pantas.
Bahkan dalam suatu pemberitaan infotainment yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta, dan di sebuah situs berita yang saling berafiliasi, dijumpai penggunaan kata seronok yang berarti negatif ini. Di sana tertulis judul “Film seronok marak di Indonesia”. Dan yang dimaksud film seronok itu adalah mengacu pada film-film yang menjurus ke vulgar yang marak di dunia perfilman Indonesia beberapa bulan terakhir. Sebut saja “Merem Melek”, “Ada Kamu Aku Ada”, “Mas Suka Masukin Aja”, “Merried By Accident”, dll.

Lihatlah bahwa kata-kata yang selama ini kita pahami dan kita gunakan, sesungguhnya mempunyai makna yang berkebalikan dengan makna aslinya. Fatal!
Jadi jika kita telah mengetahui mana yang benar, sudah semestinyalah mulai sekarang kita meninggalkan pemahaman yang selama ini kita ketahui berkenaan dengan penggunaan kata-kata tersebut, dan menggantinya dengan penggunaan yang semestinya yang sesuai makna aslinya, sebagaimana yang terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Dhimas Aryo S L
(staff bidang minat & bakat himakom fisip uns 2009/2010)


Hilangnya Senyuman Anak Bangsa

Hari ini ketika aku pulang dari rapat Himakom pada pukul 23.30, dengan keadaan hujan dan dingin, di sebuah lampu pemberhentian (lampu bangjo) ku lihat seorang anak kecil (kira-kira masih SD kelas 6 atau SMP) yang meminta-minta. Ia sendirian. Begitu miris dan kasihan aku melihatnya. Otakku pun berpikir, dalam keadaan hujan seperti ini, seorang anak kecil masih harus mengemis demi mendapatkan uang. Apa orang tuanya tidak mencarinya? Apa ia besok tidak sekolah? Pikiran-pikiran itu terus menemaniku sampai aku tiba di kos. Tak hanya sekali ini saja aku melihat anak kecil meminta-minta. Seringkali dalam perjalanan pulangku dari Solo ke Madiun atau sebaliknya dari Madiun ke Solo aku menemukan mereka mengemis atau mengamen di dalam bis yang aku tumpangi. Tak dapat kubayangkan jika aku jadi mereka. Seringkali aku berpikir “apakah mereka tidak sekolah?ini kan masih jam-jam sekolah?”. Dalam hati aku bertanya, siapa yang patut disalahkan atas nasib mereka?pemerintah kah? Orang tua mereka kah? Atau mungkin kita? Mungkin pertama-tama aku akan menyalahkan pemerintah karena pemerintahlah yang bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya. Pemerintahlah yang membuat kebijakan-kebijakan untuk memakmurkan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah pada kenyataannya membuat rakyat tetap hidup pada lingkaran kemiskinan. Keadaan ekonomi yang susah membuat rakyat berpikir keras bagaimana caranya agar tetap hidup. Hal inilah yang kadang memaksa para orang tua untuk menerjunkan anaknya untuk turut bekerja mencari nafkah demi menyambung hidup mereka. Padahal tak selayaknya anak-anak yang masih dibawah umur untuk bekerja membanting tulang demi membantu orang tua mereka. Mereka seharusnya memiliki kebebasan untuk menikmati masa kanak-kanaknya dengan bermain dan belajar. Tapi pada kenyatannya kepahitan hidup memaksa mereka untuk melupakan hak mereka tersebut.
Sejenak aku berpikir, bagaimana bangsa Indonesia bisa maju kalau nasib anak-anaknya sebagi generasi penerus bangsanya saja seperti ini? Hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan tapi tidak dapat mereka rasakan. Hak bermain, belajar, dan menikmati masa kanak-kanak mereka menjadi hilang hanya karena demi sebuah “tuntutan kebutuhan hidup”. Mereka tidak dapat sekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak. Lalu bagaimana kita mampu membangun SDM untuk membawa bangsa ini ke arah kemajuan?
Mungkin saat ini sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk mengentaskan masyarakat dari lingkaran kemiskinan. Bukan hanya pemerintah sebagai penyelenggara negara saja, tapi juga kewajiban kita sebagai warga negara yang peduli terhadap nasib saudaranya untuk membantu mereka yang kesusahan. Berbagai cara dapat dilakukan. Mungkin salah satunya dengan membentuk suatu ikatan orang tua yang peduli terhadap nasib anak-anak yang dapat memberikan beasiswa bagi anak-anak yang tidak dan kurang mampu untuk melanjutkan sekolah. Atau memberikan pengajaran (sekolah gratis) kepada anak-anak agar mereka tetap dapat menikmati pendidikan. Mari kita wujudkan harapan mereka tuk menikmati kembali indahnya senyuman anak Indonesia!!

N.R.S Ninda .S
(Kabid Diskusi dan Penalaran HIMAKOM FISIP UNS periode 2009/2010)

Kamis, 18 Maret 2010

Terkikisnya Dunia Anak-Anak Sekarang


“ Libur telah tiba… Libur telah tiba… Hore! Hore! Hore!”
“Abang tukang bakso marilah ke sini…aku mau beli..”
“ Kebelet pipis..Kebelet pipis..Kebelet pipis papa..Ku mau pipis..Ku mau pipis..Ku mau pipis papa..”
“ Diobok-obok…airnya diobok-obok.. Kena mukaku aku jadi mandi lagi.. Dingin-dingin..dimandiin… Jadi masuk angin…”
Yah… itu baru sebagian lagu anak- anak yang ngetren kira-kita di tahun 90-an. Saat itu kira-kira saya mengenal Joshua, Tasya, Sherina saat saya kelas SD. Saya ingat papa mama saya selalu membelikan saya kaset lagu anak-anak. Mulai dari Sherina, Tasya, Joshua, Trio Kwek-Kwek, kumpulan lagu selamat ulang tahun, dan lain- lain. Selain kaset, orangtua saya juga selalu membelikan vcd-vcd kartun. Mulai dari snow white, cinderella, putri aurora, tarzan, dumbo, tom and jerry, mickey mouse, anastasia, petualangan sherina, joshua oh joshua, dan lain-lain. Mungkin kalian ingat beberapa judul vcd dan penyanyi yang saya sebutkan tadi. Semuanya selalu menghiasi di layar televisi kita.
Jika mengingat hal itu, saya sangat kangen sekali pada jaman itu. Dulu dunia anak-anak selalu beredar dan melingkupi di sekitar kita. Tapi, sekarang sangat memprihatinkan. Saya kasihan melihat adik-adik kecil kita yang masih SMP, SD, TK, bahkan belum bersekolah tidak mendapat perlakuan yang sama dengan saya dulu. Saya sungguh beruntung pada saat itu. Jika dibandingkan sekarang, miris rasanya ketika adik sepupu saya yang baru berumur 5 tahun sudah dapat menyanyikan lagu Agnes Monica atau Mulan Jamela dengan hapalnya disertai koreografi yang artis tersebut lakukan di video klip mereka. Padahal saya yang sudah berumur 19 tahun ini tidak hapal sekalipun. Kemudian pada saat saya dengan adik-adik berkumpul untuk melihat tv, adik-adik saya yang baru TK dan SD tahu betul jam segini waktu sinetron ini. Sinetron mana yangh bagus dan mana yang jelek. Pada saat itu saya hanya bisa “ngelus dada”, “ya ampun anak umur segini dah ngerti sinetron, dah ngerti pacaran-pacaran, dandan, dan lain-lain.” batin saya. Jika dibandingkan pada saat saya seumuran mereka, saya tidak mengenal apa itu sinetron? Apa itu hp? Yang hanya di otak saya hanya boneka barbie, nyanyi lagunya tasya, nonton cinderella.
Contoh lainnya pada saat jalan-jalan ke SGM. Saya melihat segerombolan anak-anak SMP dengan masih mengenakan seragam putih birunya. Mereka begitu modis, tampil lebih dewasa, dan kelihatan sudah mahir bersolek. Jika dibandingkan dengan saya begitu jauh berbeda. Saya aja yang sudah jadi mahasiswi semester 4 masih tidak pandai bersolek dan masih suka hal-hal berbau kartun, dll. Aneh rasanya di saat saya ingin tampil lebih muda, eh tapi mereka ingin terlihat lebih dewasa.
Setelah menulis sebagian contoh yang saya utarakan di atas, kita dapat ambil kesimpulan bahwa anak-anak sekarang sudah matang sebelum usianya. Ibarat bayi prematur, mereka sebenarnya belum keluar eh udah keluar duluan. Kasihan, kata yang bisa saya utarakan jika melihat mereka seperti itu. Mereka seperti tidak punya wadah untuk seusia mereka. Mereka selalu dihadapkan pada keadaan yang membuat mereka untuk berpikir, bertindak, dan berpenampilan secara dewasa. Suguhan media massa yang tidak layak, faktor lingkungan keluarga juga sangat turut ambil posisi atas cepatnya tumbuhkembang anak tersebut. Para orangtua dan para pengusaha media massa, seakan tidak peduli dengan hal ini. Yang mereka pentingkan hanya kepuasaan diri mereka, keberhasilan rating. Mereka tidak memikirkan dampak buruk apa yang terjadi bila anak-anak juga menkonsumsi hal yang tidak sewajarnya tersebut.
Dunia anak-anak terkikis. Ya itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan keadaan dunia anak-anak sekarang ini. Namun, beruntunglah masih ada produser-produser yang memproduksi acara tayangan anak-anak. Seperti si bolang dan laptop si unyil di trans 7; spongebob di global tv, klub disney di tpi, dan lain-lain. Diharapkan tayangan-tayangan tersebut dapat memperbaiki kualitas mental anak pada seusianya. Dan semoga dunia anak-anak kembali bergairah dan berjaya seperti pada jaman saya dulu. Mickey mouse, tom and jerry, donald, tazmania, dan tasya-tasya berikutnya akan selalu hadir tiap hari untuk adik-adik kita, generasi penerus bangsa.


Paramita Sari Indah Widarini
(bendahara umum himakom fisip uns periode 2009/2010)

Senin, 15 Maret 2010

CHINA DIMANA MANA


Sepulang dari pameran komputer di Diamond Convention center saya membuka tas dan melihat kembali barang-barang yang saya beli tadi, yaitu TV Tuner for NB dan Cooling Pad. Saya coba satu per satu barang tersebut, mulai dari Cooling pad, say buka kardusnyadan langsung saja saya hidupkan laptop trus pasang Cooling Padnya dan bisa menyala (lampunya) dan memutar(kipasnya) dengan sukses. Setelah itu langsung saja membongkar kemasan dari TV Tuner. Di dalamnya terdapat 1 unit tunernya, bentuknya kecil, panjang seperti Flash Disk tapi agak besar. Lebih tepatnya seperti modem WiFi TP-Link yang putih (seperti punya HIMAKOM yang “dipinjam” dua kali :hammer:), seperti itu tapi agak tebel. Trus ada remote, kabel av in, cd software dan kertas kertas mulai dari kertas garansi, panduan dll. Langsung saja saya ikutin panduannya, mulai dari install driver dan akhirnya tancepin tu TV Tuner ke colokan USB. Dan bisa! Tappiiiiii....masih belum ada gambar dan suaranya, karena memang ada satu yang terlupa dan itu termasuk yang penting yaitu, ANTENNA !!! ya, saya lupa beli antennanya...yasudah, keinginan untuk nonton Tipi di kos tertunda sampai besok bahkan sampai saya beli antenna..
Tapi terlepas dari hal yang saya bicarakan di atas, ada satu hal yang membuat saya menjadi “berpikir” dan menulis ini. Saat saya membaca kertas panduan dari TV Tunner tersebut, di bagian paling akhir dan paling bawah terdapat tulisan yang sangat tidak asing bagi saya, yaitu “MADE IN CHINA”. Saat itu saya tidak terlalu memikirkan tulisan tersebut, Cuma dalam hati berkata “wah, Cino meneh”. Yasudah, karena Barang tersebut belum bisa digunakan saya masukkan kembali ke bungkusnya hingga rapi.. setelah itu saya melihat barang – barang yang saya keluarkan dari tas tadi berserakan, mulai dari brosur (syarat wajib dan syarat sah datang ke pameran), kardus Cooling Pad, arem-arem, pastell, plastik. Saya rapikan lagi satu per satu. Saat akan memindahkan kardus Cooling Pad ke tempat yang “layak”, tiba-tiba secara tidak disengaja saya melihat lagi tulisan yang sama dengan yang ada di TV Tunner tadi, MADE IN CHINA. Wualah... yang saya pikirkan setelah melihat tulisan tersebut kurang lebih sama dan berbeda. Samanya “Wah, Cino meneh”. Berbedanya “Nek kuling pet kyo ngene produksi cino regane mung 20ewu, neng negoro asale kono njut piro yo???durung biaya pengirimane tekan kene barang.ckckckckck “. Lalu saya berpikir lagi, “apa mungkin ki mung produksi Indonesia tapi merk Cino ya??tapi nek produk Indonesia ngopo ndadak ditulis MADE IN CHINA, ora MADE IN INDONESIA wae??”
Karena rasa keingintahuanyangtidakpenting dalam diri saya muncul, saya balik laptop saya yang masih menyala, bukan karena rusak atau apa, Cuma ingin tahu laptop saya ini MADE IN mana. Ternyata, LAGI ! CHINA !!! lalu saya lihat hape saya, dan hasilnya pasti sudah anda ketahui. Ya, China. Padahal itu salah satu merk hape dari Finnlandia. Yah, mungkin mereka mendirikan pabrik di China, trus dipegang investor dari sana dan jadi pemegang merk tersebut, atau gimanalah itu saya tak tahu persisnya. Yang saya tahu hampir semua barang elektronik di kamar kos saya adalah buatan China.
Kenapa ??? itu yang jadi pertanyaan saya. Padahal saya juga tidak berniat membeli produk China, karena saya Cinta produk Indonesia. Mungkin saya terlalu terpengaruh dengan harga murah dari produk tersebut. Tidak memandang itu produk mana, kualitasnya bagaimana. Tapi juga tidak menampik kenyataan bahwa saya sebagai mahasiswa Cuma punya uang pas-pasan, jika ingin membeli sesuatu ya yang murah sesuai keinginan dan kualitas bagus,dan itupun juga harus dengan menabung terlebih dahulu. Selain itu bisa juga saya tidak peduli atau kurang memperhatikan dalam membeli barang, khususnya barang barang kecil, seperti alat tulis. Tidak memperhatikan barang tersebut MADE IN mana, yang penting bisa buat menulis dan sekali lagi “MURAH”.
Saya jadi teringat, saya pernah melihat sebuah video penelitian seorang professor dari Amerika yang diputar oleh ayah saya di laptop beliau. Video tersebut bercerita tentang bagaimana orang luar negeri khususnya Amerika jika membeli barang-barang impor. Mereka selalu bertanya, “produk ini dikerjakan dimana?bagaimana pekerja disana?apakah mendapatkan kesejahteraan (gaji) yang cukup?”. Mereka menanyakan hal tersebut juga bukan Cuma ingin tahu atau hanya iseng, tapi untuk mengetahui kualitas barang tersebut. Dengan begitu mereka akan lebih berhati-hati dalam membeli barang khususnya barang impor. Karena dalam penelitian tersebut meneliti tentang produk-produk besar Amerika yang produksinya dikerjakan di Indonesia tetapi gaji yang diperoleh para pekerja yang membantu proses produksi tersebut sangatlah jauh dibilang layak, sedangkan harga dari produk tersebut bisa 100X lipat dari gaji seorang pekerja.
Mungkin itu bisa menjadi pelajaran kita dalam memilih barang, terutama barang-barang penting. Minimal kita tahu lah barang itu produksi mana dengan begitu bisa menjadi bahan pertimbangan kita dalam membeli barang. Karena tidak mungkin kita menanyakan seperti yang dilakukan oleh orang Amerika, bisa-bisa bukannnya mendapat barang yang kita inginkan malah diusir penjualnya lagi karena banyak tanya. :D

Oleh: Farid Aji Prakosa (Staff Diskusi dan Penalaran HIMAKOM FISIP UNS 2009-2010)

Senin, 08 Maret 2010

MENGAPA MESTI MENULIS?


Pertanyaan di atas terus terngiang dalam pikiranku dalam perjalanan Tawangmangu-Solo semalam. Beribu jawaban keluar meleleh dari otak memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul tersebut. Jawaban yang tersimpan ketika aku bertanya kepada orang-orang yang rajin menulis. Dan tulisannya sering di muat di beberapa media ataupun di blog pribadi mereka. Sejak lama memang pertanyaan itu telah ku tanyakan kepada penulis-penulis itu. Jawaban mereka bermacam-macam hingga aku terlena sendiri dan lupa kalau aku sudah seharusnya mulai membiasakan diri untuk menulis. Tapi lagi-lagi kebiasaan menulis harus dikalahkan dengan berbagai alasan yang sebenarnya bisa diatasi. Mulai dari belum punya komputerlah, males ke warnet cari bahan, males baca buku, gak ada ide buat nulis, dan alasan-alasan lain yang muncul. Gak ada ide sering menjadi alasanku malas untuk menulis. Mungkin begitu juga dengan kawan-kawan?
Menulis sebenarnya mudah. Tapi yang susah itu adalah memulainya. Betul gak? Memulai untuk merangkai huruf-huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan hingga menjadi sebuah tulisan utuh yang enak dibaca. Tapi pertanyaannya bagaimana memulai membuat tulisan yang enak dibaca itu? Sebenarnya pertanyaan itulah yang merusak minat kita untuk menulis. Kenapa? Karena terlalu dipikirkan. Hingga akhirnya gak punya keberanian buat nulis. Gak pede. Takut tulisannya dikritik orang. Seorang admin kompasiana.com, mas pepih, dalam sebuah kesempatan seminar memberikan tips bagaimana memulai menuliskan sesuatu. Menurutnya tuliskan saja apa yang ada di pikiran, jangan dihiraukan salah atau benar yang penting nulis dulu. Jangan terlalu sering membaca-baca ulang tulisan karena akan menyebabkan kita selalu merasa tulisan kita selalu kurang. Jadi terus berpikir bagaimana cara membuat tulisan yang bagus bukan langkah yang tepat untuk memulai menulis dan menjadikan menulis sebagai habbit yang tidak bisa ditinggalkan.
Menulis berawal dari kebiasaan membaca. Gimana mau menulis jika tidak ada bahan yang akan ditulis? Atau istilahnya “gak ada ide”. Itulah sebenarnya yang memperlihatkan kalau kita malas untuk membaca. Membaca adalah cara mendapatkan ilmu pengetahuan. Dan menulis cara kita mengikatnya. Tidak cukup hanya dengan membaca. Karena kapastitas otak kita terbatas untuk mengingat tulisan-tulisan itu. Kita juga butuh menuliskannya agar selalu abadi. Hanya tulisan yang akan abadi dan menjadi peninggalan manusia di muka bumi. Bukan harta karena tidak akan kekal.
Mulai sekarang marilah kita membiasakan diri untuk menulis. Menulis apa saja yang terlintas di pikiran. Kejadian sehari-hari. Kejadian yang telah lalu tapi masih asyik untuk dibicarakan atau apapun juga yang dapat dibagi ke orang lain. Yang mungkin akan menginspirasi mereka. Jadi bukan kebiasaan copas yang kita kembangkan. Tapi berusahalah untuk menulis. Karena menulis akan menjadikan kita abadi. Mungkin itulah jawaban yang paling pas untuk pertanyaan di atas.

oleh: Ansyor (Ketua Umum HIMAKOM FISIP UNS 2009-2010)

Foto: http://dindaagustriyana.files.wordpress.com