Official Website

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Join Us On

Search

Selasa, 23 Maret 2010

Hilangnya Senyuman Anak Bangsa

Hari ini ketika aku pulang dari rapat Himakom pada pukul 23.30, dengan keadaan hujan dan dingin, di sebuah lampu pemberhentian (lampu bangjo) ku lihat seorang anak kecil (kira-kira masih SD kelas 6 atau SMP) yang meminta-minta. Ia sendirian. Begitu miris dan kasihan aku melihatnya. Otakku pun berpikir, dalam keadaan hujan seperti ini, seorang anak kecil masih harus mengemis demi mendapatkan uang. Apa orang tuanya tidak mencarinya? Apa ia besok tidak sekolah? Pikiran-pikiran itu terus menemaniku sampai aku tiba di kos. Tak hanya sekali ini saja aku melihat anak kecil meminta-minta. Seringkali dalam perjalanan pulangku dari Solo ke Madiun atau sebaliknya dari Madiun ke Solo aku menemukan mereka mengemis atau mengamen di dalam bis yang aku tumpangi. Tak dapat kubayangkan jika aku jadi mereka. Seringkali aku berpikir “apakah mereka tidak sekolah?ini kan masih jam-jam sekolah?”. Dalam hati aku bertanya, siapa yang patut disalahkan atas nasib mereka?pemerintah kah? Orang tua mereka kah? Atau mungkin kita? Mungkin pertama-tama aku akan menyalahkan pemerintah karena pemerintahlah yang bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya. Pemerintahlah yang membuat kebijakan-kebijakan untuk memakmurkan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah pada kenyataannya membuat rakyat tetap hidup pada lingkaran kemiskinan. Keadaan ekonomi yang susah membuat rakyat berpikir keras bagaimana caranya agar tetap hidup. Hal inilah yang kadang memaksa para orang tua untuk menerjunkan anaknya untuk turut bekerja mencari nafkah demi menyambung hidup mereka. Padahal tak selayaknya anak-anak yang masih dibawah umur untuk bekerja membanting tulang demi membantu orang tua mereka. Mereka seharusnya memiliki kebebasan untuk menikmati masa kanak-kanaknya dengan bermain dan belajar. Tapi pada kenyatannya kepahitan hidup memaksa mereka untuk melupakan hak mereka tersebut.
Sejenak aku berpikir, bagaimana bangsa Indonesia bisa maju kalau nasib anak-anaknya sebagi generasi penerus bangsanya saja seperti ini? Hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan tapi tidak dapat mereka rasakan. Hak bermain, belajar, dan menikmati masa kanak-kanak mereka menjadi hilang hanya karena demi sebuah “tuntutan kebutuhan hidup”. Mereka tidak dapat sekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak. Lalu bagaimana kita mampu membangun SDM untuk membawa bangsa ini ke arah kemajuan?
Mungkin saat ini sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk mengentaskan masyarakat dari lingkaran kemiskinan. Bukan hanya pemerintah sebagai penyelenggara negara saja, tapi juga kewajiban kita sebagai warga negara yang peduli terhadap nasib saudaranya untuk membantu mereka yang kesusahan. Berbagai cara dapat dilakukan. Mungkin salah satunya dengan membentuk suatu ikatan orang tua yang peduli terhadap nasib anak-anak yang dapat memberikan beasiswa bagi anak-anak yang tidak dan kurang mampu untuk melanjutkan sekolah. Atau memberikan pengajaran (sekolah gratis) kepada anak-anak agar mereka tetap dapat menikmati pendidikan. Mari kita wujudkan harapan mereka tuk menikmati kembali indahnya senyuman anak Indonesia!!

N.R.S Ninda .S
(Kabid Diskusi dan Penalaran HIMAKOM FISIP UNS periode 2009/2010)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar tapi yang sopan ya :))