Official Website

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Join Us On

Search

Senin, 17 September 2012

Sketsa di Balik Bencana

Sorotan media yang begitu gencar dan fokus memberitakan kejadian bencana alam beberapa minggu ini, memang sangat memilukan. Apalagi media elektronik. Bahkan tak luput dan bertupi-tubi mengupas sisi bencana alam dari meja redaksinya. Pasalnya, NKRI sedang dirundung tangisan para korban bencana alam yang beruntut. Mulai dari banjir bandang di Wasior di Papua Barat, Tsunami di Mentawai, dan letusan merapi di Sleman, Yogyakarta.

Ironis memang. Korban yang berjatuhan sampai meninggalkan luka yang mendalam bagi sanak keluarga yang masih bisa terbata untuk tetap berjuang hidup. Segalanya telah dilahap habis oleh banjir, tsunami dan letusan merapi. Kini hanya meninggalkan puing-puing kenangan indah pada masa sebelum datangnya bencana. Ketika alam tak lagi santun menghargai aktivitas manusia. Ia murka, bukan berarti tanpa sebab. Karena adanya sebab itulah timbul akibat, yang perlu ditelusuri karena merupakan sebuah rahasia alam yang penuh dengan teka-teki. Ketika semua itu terjawab, maka segenap manusia akan bisa berbenah atas apa yang telah dilakukan pada bumi pertiwi ini.

Menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk menjaga keseimbangan alam, manusia dan Sang Pencipta. Fenomena alam saat ini yang begitu tak bersahabat lagi, menyumbangkan luka mendalam pada korban bencana alam. Rumah, lahan pertanian, ternak, dan harta benda lainnya telah ludes habis, terjamah bencana yang maha dasyat tersebut. Cercahan tangis dan ratusan jiwa melayang. Tak terduga sebelumnya, kerabat dekat dan sanak keluarga harus secepat itu menghadap Sang Khalik, akibat buasnya alam kepada penghuni negeri ini.

Apalagi letusan yang terjadi di gunung merapi di Yogyakarta beberapa kali, membuat warga, relawan dan pemerintah panik dan harus melakukan apa, untuk menghadapinya. Keadaan alam tak bisa diprediksi lagi. Hitungan ilmiah pun tak bisa menjamin sepenuhnya situasi alam, karena keadaan cuaca yang acapa kali berubah-ubah. Dataran tinggi lain di Indonesia pun saat ini diprediksi berstatus waspada, dimana jejaknya dipastikan menyerupai merapi sana. Sehingga warga yang mendiami wilayah gunung yang terbilang “bergejolak”, harus ekstra hati-hati

Bantuan dengan Motif

Pasca bencana yang terjadi di tiga titik wilayah di Indonesia, setidaknya mengetuk rasa belas kasihan dari segala penjuru daerah, bahkan sampai negara tetangga .

Begitupun yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Stand–stand peduli bencana alam berdiri dengan sigap dipelosok kota besar Indonesia adalah bukti kongret, bahwa kepedulian sebagai warga negara dalam menjungjung persatuan dan kesatuan tetap terjaga dengan teguh. Mahasiswa turun kejalan dengan menyuarakan keadaan alam yang sedang tak bersahabat di titik bencana di Indonesia, yang pada intinya untuk menggugah rasa kepedulian masyarakat.

Begitupun para siswa siswi SD sampai dengan SMU dengan penuh keikhlasan menyisihkan uang jajannya untuk kawan-kawan mereka yang terkena amukan bencana. Artis dan kalangan musisi, tak kalah pedulinya. Bantuan pun beragam. Bukan hanya dari segi materi (uang) namun ada juga yang menyumbangkan makanan Instan, pakaian, obat-obatan dan selimut.

Namun sayangnya, moment memilukan tersebut selalu ada oknum tertentu yang memanfaatkannya. Dibalik kejadian pasti ada hikmahnya. Ternyata hikmah itulah yang ditunggu, sehingga nanti mendatanggakan keutungan meskipun tidak secara langsung, namun berdampak secara kontinyuitas. Lihat saja bentangan spanduk-spanduk partai politik dan industri yang mengatas namakann relawan “dadakan”. Bak promisi kecil-kecilan dan menjadi dewa penyelamat.

Bukan berarti berpandangan negatif dan tidak mengapresiasi bantuan yang ditawarkan, namun secara tidak langsung ini menjadi beban di masyarakat, ketika nanti keadaan membaik, sehingga memaksa warga secara halus untuk membalas budi. Entah pada waktu masa Pemilu maupun pembelian barang dan jasa terhadap industri bersangkutan .

Memang saat ini, untuk mencarai bantuan tanpa pamrih amat lah sulit. Ada saja yang menginginkan balasan, meskipun dalam bentuk pencitraan. Ya, mau bagaimana lagi, kalau mau eksis memang harus “narsis”. Namun tidak sedikit pula yang mau menjadi relawan tanpa pamrih. Tanpa balasan berupa materi sepeser pun. Kita patut salud.

Sikap Pemerintah

Saat bencana terjadi di negeri ini, pemerintah selalu merasakan kewalahan luar biasa. Ternyata Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum siap menangani berbagai bencana yang melanda. Hal ini ditengarai karena belum adanya Standard operation procedure (SOP). Akibatnya penanganan bencana menjadi serabutan, tumbang tindih antar instansi, dan penaganan bencana tidak terintegrasi. Pentingnya SOP sebagai rujukan utama pemerintah dalam manajemen penanggulangan bencanan, seperti gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api, banjir dan tanah longsor (Kompas, 9/11/2010)

Selain itu pula, dibalik kemelut bencana yang terjadi di tanah air dan penanganan yang masih lemah oleh pemerintah, ternyata diimbangi oleh budaya wakil rakyat untuk plesiran. Tentu saja dengan alasan yang masuk akal, yaitu demi kepentingan rakyat dan daerah yang dipimpinnya. Rakyat pun hanya bisa menggerutu dan tak bisa banyak berbuat apa, yang jelasnya saat ini mereka berusaha untuk tetap bangkit dalam keterpurukan.

Beban pikiran bahkan stress menghampiri para korban bencana alam. Ada yang nekad mengakhiri nyawanya, karena tidak mampu lagi menerima keadaan. Tentu saja hal tersebut, tak sepatutnya terjadi. Hidup harus tetap diperjuangakan. Bagaimanapun rintangannya. Saat ini dibutuhkan sokongan motivasi berupa dukungan dan doa dari masyarakat seluruh NKRI kepada warga yang tertimpa bencana .

Upaya yang terpenting pula saat ini dilakukan adalah langkah rehabilitas sarana dan prasarana TKP, beserta mental korban bencana. Karena, bencana yang terjadi pastinya menimbulkan teroma akut yang menggejala pada psikologis warga. Ditambah lagi harta benda yang telah lenyap. Menguatkan iman serta tekad untuk membangun daerah yang terpuruk, dan peran tokoh masyarakat beserta pemuka agama. Khususnya pemerintah, sebagaai pemegang kekuasaan tertinggi dalam menyikapi fenomena tersebut.

Awitara
http://kotakinformasi.wordpress.com/

1 komentar:

artikelnya sangat membantu sekali ini. :)

Posting Komentar

Silahkan berkomentar tapi yang sopan ya :))