Kamis, 09 Mei 2013
Pelatihan Penulisan Proposal dan Presentasi
Posted by HIMAKOM FISIP UNS on 20.53. Agenda,event - No comments
Ave Komunikare! Apa kabar teman-teman
Komunikasi? :)
Ada yang nggak tahu gimana caranya membuat
proposal yang menarik? Atau ada yang nggak tahu gimana caranya presentasi yang
baik dan benar?
Bagi sebuah organisasi, proposal merupakan
suatu hal yang sangat penting. Pada setiap kegiatan, proposal selalu digunakan
untuk perijinan kegiatan, perijinan tempat, maupun untuk perjanjian kerjasama
dengan pihak eksternal. Proposal yang baik adalah proposal yang menarik dari
segi isi dan juga dari segi desain. Pada sebuah proposal, jika memiliki isi
yang baik, namun dengan desain yang biasa-biasa saja, maka tidak akan membuat
orang lain merasa tertarik dengan apa yang telah kita tulis dalam proposal
tersebut, begitu juga sebaliknya.
Oleh karena itu, pada Kamis, 25 April 2013,
HIMAKOM FISIP UNS menyelenggarakan sebuah kegiatan internal, yaitu Pelatihan
Penulisan Proposal dan Presentasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran
kepada pengurus HIMAKOM dalam membuat proposal.
Kegiatan ini diawali dengan materi tentang
penulisan proposal oleh Ketua Umum HIMAKOM FISIP UNS, Miftah Faridl Widhagdha.
Dalam materi ini dijelaskan bagaimana cara membuat proposal yang baik, sehingga
membuat orang lain merasa tertarik, dan berkeinginan untuk melakukan kerjasama
dengan pihak terkait.
Sedangkan materi kedua, diisi oleh Sarah
Neyrhiza, yang merupakan alumni Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS, dan juga
ex-pengurus HIMAKOM FISIP UNS. Pada materi ini dijelaskan tentang bagaimana
presentasi yang baik dan benar, sehingga audience
tidak merasa bosan. Selain itu, peserta juga diberikan penugasan untuk
presentasi dengan membuat slide presentasi, kemudian mempresentasikannya di
hadapan peserta lain.
Review Ngobras April (Kamis, 18 April 2013) “Media Sosial dan Propaganda Komunikasi Politik”
Posted by HIMAKOM FISIP UNS on 20.25. Info,NGOBRAS - No comments
Maraknya penggunaan
sosial media di kalangan masyarakat, terutama kaum muda, memang tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini membuat munculnya
perubahan yang berkaitan dengan sosial media. Salah satu fenomena yang terjadi
adalah penggunaan sosial media untuk sosialisasi politik. Sosialisasi politik
sekarang mulai merambah di dunia maya. Ini membuat sosial media menjadi sarana
pembangun citra dan menjadi tolak ukur suksesnya sosialisasi politik di
masyarakat.
Melihat fenomena
ini, Himpunan Mahasiswa Ilmu
Komunikasi (HIMAKOM) FISIP UNS mengadakan acara Ngobras (Ngobrol Asyik
Komunikasi) yang mengangkat isu tersebut. Ngobras yang merupakan salah satu
program kerja dari bidang Diskusi dan Penalaran HIMAKOM ini mengambil tema
“Sosial Media dan Propaganda Komunikasi Politik”.
Acara ini dilaksanakan
pada Kamis, 18 April 2013 di Ruang Seminar FISIP UNS. Acara Ngobras kali ini
menghadirkan pembicara yang berkompeten yaitu Ajianto Dwi Nugroho, S.Sos dari Manikmaya
Institute. Manikmaya Institute merupakan
institusi konsultan politik yang berbasis political
branding, sosial media, dan media intelligent. Salah satu aspek yang menjadi fokus dari
Manikmaya Institute adalah persoalan pencitraan atau branding, baik branding seseorang
maupun seuatu kelompok.
Branding yang dilakukan melalui
sosial media memang mempunyai efek yang besar. Sebagai contoh studi kasus,
propaganda sekaligus sosialisasi pemilihan umum dewasa ini banyak dilakukan
melalui sosial media. Melalui sarana ini masyarakat akan lebih mudah mengenal
dan tidak asing lagi dengan serba-serbi pemilihan umum, utamanya calon kepala daerah yang akan dipih. Namun,
branding melalui sosial media tidak
semata-mata
dipengaruhi oleh intensitas propaganda dan sosialisasi. Karena aksi branding akan sulit dilakukan jika image
jelek sudah menempel calon terpilih pada kegiatan pemilu. Oleh karena itu
muncullah istilah media darling, yaitu
orang yang sukses dalam melakukan propaganda dan sosialisasi politik melalui
media sosial.
Acara Ngobras ini dihadiri oleh 30 orang mahasiswa llmu Komunikasi FISIP
UNS, dan berlangsung selama 2 jam. Ngobras kali ini dimoderatori oleh Ketua
Himakom FISIP UNS periode 2013, Miftah Faridl Widhagdha.
Pertanyaan-pertanyaan banyak yang didiskusikan dan dijawab oleh Ajianto.
Beberapa pertanyaan mengenai bagaimana sistem branding melalui media sosial diajukan, seperti:
1.
T: “Bagaimana
mem-branding untuk seseorang yang
telah mendapatkan reputasi buruk di masyarakat?“
J: “ Kalau soal korupsi masih relatif mudah
karena dalam jangka tiga bulan saja orang sudah bisa memaafkan kesalahan
koruptor. Namun jika itu menyoal tentang perempuan, butuh kerja keras alias
sulit.”
2.
T:
“Bagaimana seseorang itu bisa disebut Media
Darling dan apa yang harus dilakukan seseorang yang telah mendapat label
tersebut?”
J: “Seseorang dijuluki sebagai Media
Darling ketika ia berhasil atau sukses dalam melakukan branding atau pencitraan di media. Menjadi seorang Media Darling harus memperhatikan
factor-faktor yang berhubungan dengan media, yaitu jangan terlalu dekat atau
terlalu jauh dengan wartawan. Lakukan juga PR-ing
media agar bisa membangun image.
Seorang Media Darling juga harus
mengetahui peta politik, termasuk tim suksesnya, jika tidak ingin gagal.”
Kesimpulannya, melakukan branding
terhadap seseorang itu tidak asal, harus sesuai dengan kenyataan, dan melihat
bagaimana riwayat masalah seseorang tersebut. Ini menyangkut susah atau
mudahnya kegiatan branding tersebut. Selain itu, branding yang
dilakukan di sosial media juga meilhat bagaimana peminat masyarakat terhadap
sosial media itu sendiri. Dengan kata lain, dapat simpulkan bahwa media sosial memegang peran
penting dalam propaganda komunikasi politik dan dipengaruhi oleh beragam
faktor.
Kamis, 02 Mei 2013
Pemutaran dan Diskusi Film "Di Balik Frekuensi"
Posted by HIMAKOM FISIP UNS on 20.24. Agenda,event,Info - No comments
Pada Kamis,
2 Mei 2013, HIMAKOM berkerjasama dengan KINE KLUB FISIP UNS, FIESTA FM, dan
SOLOPOS mengadakan sebuah acara Pemutaran dan Diskusi Film “Behind The
Frequency” di Aula FISIP UNS. Acara yang berlangsung selama 3 jam ini
mendapatkan antusias yang luar biasa dari penonton. Penonton tidak hanya dari
mahasiswa Ilmu Komunikasi atau mahasiswa FISIP UNS, namun banyak penonton
dari fakultas lain di UNS, bahkan dari masyarakat umum.
Film
dokumenter “Behind The Frequency” merupakan film yang dianggap
tepat untuk menyambut Hari Buruh
Dunia yang diperingati setiap
tanggal 1 Mei. Film ini mengambil dua fokus cerita. Fokus pertama menceritakan
tentang Luviana seorang jurnalis Metro TV yang di PHK sepihak karena
memperjuangkan kesejahteraan pekerja. Luviana mempertanyakan sistem manajemen
yang tidak berpihak pada pekerja di media milik Surya Paloh ini. Luviana
dipindahkan dari News Room ke HRD. Luviana tetap memperjuangkan haknya, namun
pihak kantor seakan tidak menghiraukan. Walaupun sempat bertemu dengan Surya
Paloh, permintaan Luviana untuk tetap bekerja di Metro TV tetap tidak
dikabulkan. Luviana dibantu aliansi pekerja memperjuangkan hak Luviana. Namun,
hasilnya Luviana malah dirumahkan karena dianggap mencemarkan nama perusahaan
karena menggelar dema dan orasi.
Sedangkan
fokus kedua bercerita tentang Hari Suwandi, warga korban lumpur Lapindo yang berunjuk rasa
dengan berjalan kaki dari Sidoarjo hingga Jakarta untuk mencari keadilan bagi korban-korban Lumpur
Lapindo di Sidoarjo. Seperti yang kita tahu, bahwa PT Menarak Lapindo Jaya
adalah perusahaan yang dibawahi oleh Bakrie Group dan TVone tidak menyebut
kasus ini dengan Lumpur Lapindo seperti media-media lain, namun dengan sebutan
Lumpur Sidoarjo. Hari Suwandi menjadi bahan pembicaraan, banyak media yang
menyoroti pria paruh baya tersebut. Metro TV adalah media yang paling gencar memberitakan Hari Suwandi. Berbeda dengan
TVone, yang justru memberitakan Hari Suwandi bukanlah korban ataupun warga
Sidoarjo dan dia hanya mencari sensasi dengan melakukan aksi tersebut. Merasa
diremehkan, Hari Suwandi menolak jika diwawancarai oleh tim TVone, bahkan tak
segan-segan mengusirnya. Namun, keadaan mulai berubah, Hari Suwandi meminta
maaf kepada pihak Aburizal Bakrie atas tindakan unjuk rasanya tersebut.
Dan setelah permohonan maaf itu,
Suwandi seakan lenyap dari publik dan tidak kembali lagi ke Sidoarjo. Seperti halnya kucing dan anjing, Metro TV dan TVone melakukan gencatan
senjata melalui berita. TVone yang gencar memberitakan tentang Luviana
dibalas dengan pemberitaan Hari Suwandi oleh MetroTV. Sebuah kepentingan
individu yang mengesampingkan hak-hak orang lain. Ketidakadilan yang diajukan
Luviana dan Hari Suwandi
malah dijadikan ajang pertarungan untuk media berita tersebut.
Film yang
disutradarai Ucu Agustin tersebut membuka mata kita akan keadaan media di Indonesia saat
ini. Media kehilangan independensinya. Konglomerasi media semakin kuat merasuki
media-media di Indonesia. Media sekarang bukan memberitakan suatu berita yang
obyektif namun memberitakan sesuatu yang sudah terkontaminasi oleh kepentingan
individu. Pimpinan Media bisa memilih berita mana yang di-publish, mana yang
tidak boleh di-publish, dan mana yang seharusnya di-publish secara
besar-besaran seakan media adalah boneka sang pemilik kekuasaan. Keadaan ini
memprihatinkan karena pada dasarnya media harus independen. Ini menyangkut
bagaimana paradigma masyarakat terhadap berita yang dipublikasikan. Idealitas
seorang mahasiswa komunikasi untuk menjadi jurnalis yang independen sepertinya
akan terbentur oleh realitas keadaan media sekarang.
Pada sesi Diskusi, acara dimoderatori Ketua Umum Himakom,
Miftah Faridl Widhagda, dengan pembicara Eka Nada Shofa Al-Khajar, S.Sos, M.Si
(Akademisi Ilmu Komunikasi FISIP UNS – Pemerhati Film) dan Suwarmin (Wakil
Pimpinan Redaksi Solopos – Praktisi Media Massa). Dalam
diskusi, banyak pertanyaan yang diajukan
peserta, antara lain :
T : Apakah ada media yang netral?
J : Untuk di televisi, tidak ada. Namun lainnya masih
ada.
T:Dalam film ada percakapan sesorang dengan Suryo Paloh
dengan menggunakan kata “abang”. Sebenarnya makna kata “abang” dalam konteks
tersebut apa?
J: Penggunaan kata Abang dalam makna biasa itu hubungan
kedekatan. Namun tanda kutip, dalam politik khususnya abang berarti atasan.
Jarak yang jauh antara yang lain.
Pembicara sedang menanggapi pertanyaan peserta mengenai film "Di Balik Frekuensi"
Kesimpulannya, kita sebagai penikmat media haruslah bisa
memilah dan memilih, mana yang benar dan cocok untuk dikonsumsi,
karena hanya kita yang mampu merubah keadaan ini. Dan jangan melihat hanya satu
pandangan media, tetapi bandingkan dengan media yang lain agar tidak
terjebak dalam konstruksi media.
Join Us On