Pertanyaan di atas terus terngiang dalam pikiranku dalam perjalanan Tawangmangu-Solo semalam. Beribu jawaban keluar meleleh dari otak memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul tersebut. Jawaban yang tersimpan ketika aku bertanya kepada orang-orang yang rajin menulis. Dan tulisannya sering di muat di beberapa media ataupun di blog pribadi mereka. Sejak lama memang pertanyaan itu telah ku tanyakan kepada penulis-penulis itu. Jawaban mereka bermacam-macam hingga aku terlena sendiri dan lupa kalau aku sudah seharusnya mulai membiasakan diri untuk menulis. Tapi lagi-lagi kebiasaan menulis harus dikalahkan dengan berbagai alasan yang sebenarnya bisa diatasi. Mulai dari belum punya komputerlah, males ke warnet cari bahan, males baca buku, gak ada ide buat nulis, dan alasan-alasan lain yang muncul. Gak ada ide sering menjadi alasanku malas untuk menulis. Mungkin begitu juga dengan kawan-kawan?
Menulis sebenarnya mudah. Tapi yang susah itu adalah memulainya. Betul gak? Memulai untuk merangkai huruf-huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan hingga menjadi sebuah tulisan utuh yang enak dibaca. Tapi pertanyaannya bagaimana memulai membuat tulisan yang enak dibaca itu? Sebenarnya pertanyaan itulah yang merusak minat kita untuk menulis. Kenapa? Karena terlalu dipikirkan. Hingga akhirnya gak punya keberanian buat nulis. Gak pede. Takut tulisannya dikritik orang. Seorang admin kompasiana.com, mas pepih, dalam sebuah kesempatan seminar memberikan tips bagaimana memulai menuliskan sesuatu. Menurutnya tuliskan saja apa yang ada di pikiran, jangan dihiraukan salah atau benar yang penting nulis dulu. Jangan terlalu sering membaca-baca ulang tulisan karena akan menyebabkan kita selalu merasa tulisan kita selalu kurang. Jadi terus berpikir bagaimana cara membuat tulisan yang bagus bukan langkah yang tepat untuk memulai menulis dan menjadikan menulis sebagai habbit yang tidak bisa ditinggalkan.
Menulis berawal dari kebiasaan membaca. Gimana mau menulis jika tidak ada bahan yang akan ditulis? Atau istilahnya “gak ada ide”. Itulah sebenarnya yang memperlihatkan kalau kita malas untuk membaca. Membaca adalah cara mendapatkan ilmu pengetahuan. Dan menulis cara kita mengikatnya. Tidak cukup hanya dengan membaca. Karena kapastitas otak kita terbatas untuk mengingat tulisan-tulisan itu. Kita juga butuh menuliskannya agar selalu abadi. Hanya tulisan yang akan abadi dan menjadi peninggalan manusia di muka bumi. Bukan harta karena tidak akan kekal.
Mulai sekarang marilah kita membiasakan diri untuk menulis. Menulis apa saja yang terlintas di pikiran. Kejadian sehari-hari. Kejadian yang telah lalu tapi masih asyik untuk dibicarakan atau apapun juga yang dapat dibagi ke orang lain. Yang mungkin akan menginspirasi mereka. Jadi bukan kebiasaan copas yang kita kembangkan. Tapi berusahalah untuk menulis. Karena menulis akan menjadikan kita abadi. Mungkin itulah jawaban yang paling pas untuk pertanyaan di atas.
oleh: Ansyor (Ketua Umum HIMAKOM FISIP UNS 2009-2010)
Foto: http://dindaagustriyana.files.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar tapi yang sopan ya :))